Jaket Abu
Ruangan aula
ini cukup besar dengan enam buah pendingin di dalamnya. Biasa dipakai untuk acara
pementasan siswa-siswi, pameran, maupun seminar. Warna dinding coklat muda dengan properti
berwarna senada di dalamnya membuat ruangan ini terlihat indah dan megah.
Jejeran kursi yang tertata rapi dengan ukuran sedikit besar membuat siapa saja berpikir
bahwa tidur di kursi tersebut pasti sangatlah nyaman. Ditambah udara sejuk yang
terhembus dari pendingin ruangan siap mengantarkan siapapun memasuki alam bawah
sadar jauh lebih dalam, jauh lebih dalam.
Di salah
satu sudut ruangan aula duduklah seorang gadis kurus berseragam putih abu dengan
Milo Chocolate Bar dan sebuah buku agenda dengan tulisan “@millysha” di
pangkuannya. Mencoba menahan dingin dan berdoa seminar yang sedang disampaikan
cepat selesai. Duduk di barisan kedua dari belakang bukanlah pilihan yang tepat
karena berada dekat dengan pendingin ruangan bagian belakang. Namun, ia tak
punya pilihan lain karena barisan depan dan tengah sudah terisi penuh, sedangkan
barisan paling belakang malah semakin terasa dingin.
“Sial, jaket
gue di kelas. Mana dingin banget kaya di kutub.” Milly menggerutu sendiri. Ia
menarik napas panjang dan menghembuskannya ke kedua tangan yang ia
gosok-gosokkan cepat, mencoba mendapatkan sedikit kehangatan.
“Emang
pernah ke kutub, Mil?” tiba-tiba terdengar suara seseorang dari arah belakang. Milly
sangat mengenali suara itu. Suara yang sudah tidak asing lagi baginya sejak
kecil. Suara sahabat sekaligus tetangganya yang usil. Suara Radit. Milly
menoleh dan mendapati Radit sedang duduk santai bersandar dengan kaki
selonjoran sambil memasukkan kedua tangan ke dalam saku jaket abu-abu Adidas yang
ia kenakan, tampak tidak kedinginan seperti Milly yang udah meringkel mirip
kepompong.
“Pernah.” jawab Milly malas.
“Kapan? Kok
gak ngajak gue?”
“Dit, lo
nyadar kan kalo badan lo jumbo size?”
Bukannya menjawab, Milly malah balik bertanya.
“Iya, terus
apa hubungannya?”
“Kalo lo
ikut gue ke kutub nanti pesawatnya ga bisa take
off. Keberatan muatan.” Jawab Milly asal sambil mengembalikan posisi
duduknya semula menghadap ke depan. Badannya mulai menggigil akibat suhu
ruangan yang entah disetel berapa sampai Milly kedinginan.
“Hahaha...
Jayus lo, Mil.”
“Jayus kok
ketawa.” JLEB. Radit terdiam. Ekspresi ketawa di wajahnya langsung tertahan,
berusaha stay cool.
“Nih pake
jaket gue.” Radit melepas jaket abunya dan menaruh di pangkuan Milly. Milly
menatap sekilas benda penyelamat yang ada di hadapannya. Ingin sekali ia kenakan
namun tak ingin terlihat lemah di hadapan Radit.
Milly
memegang jaket abu itu dan mengembalikan kepada Radit, “Gue gak butuh. Seminarnya
bentar lagi juga selesai.” Seperti biasa, sok kuat. It’s so Milly. Radit
mengulang hal yang sama, menyerahkan jaket. Dan Milly juga melakukan hal yang
sama, mengembalikannya. Radit gemas. Ia tau Milly kedinginan, ia juga tau
Milly gengsi untuk menerima bantuan
sederhana darinya. Ia pun memutar otak, memikirkan cara lain agar sosok kurus
di depannya gak kedinginan, dan...
“Mil,
kayanya lengan tangan kanan lo lebih gendut dari yang kiri.” Milly refleks
menjulurkan kedua tangannya ke depan seperti vampir di film Boboho, mengamati
serius sambil membandingkan kedua lengannya. Tidak ada yang berbeda.
“Masa sih?
Engga kok, Dit. Sama a...” SLEP. Belum selesai berbicara, sebuah jaket abu
Adidas telah terpasang di tangan Milly yang sedang terjulur ke depan. Milly
melirik ke empunya jaket yang dibalas ucapan, “Nitip jaket gue bentar, gue mau
ke toilet.”
Radit
langsung keluar aula sebelum Milly sempat mengucapkan terima kasih. Milly diam
sesaat sambil memperhatikan jaket milik Radit yang kini setengah terpasang di
tangannya. Ia tersenyum tipis, lalu memakai jaket Radit dengan benar dan
membenamkan dirinya pada kursi aula yang empuk dan sedikit besar. Radit, sampai kapan mau kaya gini?
Kepala Radit
sedikit menyembul dari balik pintu aula. Setelah memastikan Milly memakai
jaketnya, ia berjalan menuju kantin dengan wajah senang seorang sahabat yang
telah menolong sahabatnya. Maafin gue,
Mil. Gue gak bisa.
-bersambung-
Comments
Post a Comment