#1 Jogjakarta
4 Weeks 4
Provinces: Lampion
25–26 Mei
2013
Daerah Istimewa Yogyakarta
Ini semua karena lampion.
Dengan semangat yang menggebu-gebu,
weekend di akhir Mei gue dan temen-temen bertolak ke Jogjakarta buat melihat
perayaan Waisak yang katanya bagus banget. Sayang rasanya kalo melewatkan
perayaan yang berlangsung di candi terbesar ini. Jam 5 pagi gue udah nongol di
Stasiun Senen buat naik kereta jurusan Kutoarjo (keabisan tiket ke Jogja). Dari
situ kita naik bus selama dua jam dan sampe di Terminal Giwangan. Lanjut lagi
perjalanan ke Klaten selama satu setengah jam untuk menginap di rumah salah
satu temen.
Keadaan bus yang penuh sesak menuju
Klaten membuat gue dan temen-temen merasa nemu oasis saat turun dari bus. Ditambah
bulan yang tergambar bulat sempurna sepanjang perjalanan. Lelah perlahan sirna
sambil bercanda tawa. Sampe sampe gak sadar kalo personilnya kurang satu. Sebut
saja Irvan. Seorang cowok yang dititipin kakaknya ke gue. APA?! Irvan ketinggalan di bus! Mati gue! Ternyata doi ketiduran di
bus dan gak tau kalo rombongan turun. Yang lain juga gak ngebangunin karena gak
engeh saking sumpeknya di dalam bus. Huakakakak. Maaf ya bro.
bersama anak ilang |
Jam 11 siang gue udah kece badai
menginjak kawasan Candi Borobudur. Surely it was crowded. Mulai dari wisatawan domestik
hingga mancanegara. Penjaga karcis bilang jam 5 sore pintu masuk akan ditutup
karena perayaan nanti malam. Terakhir kali gue berkunjung kesini saat TK. Ada
beberapa yang berbeda. Pengelolaan di sekitar candi terlihat lebih rapih. Namun
sayang, beberapa sudut candi terlihat kurang terawat, bahkan batu berbentuk
kepala banyak yang hilang. Saat ini Candi Borobudur tidak lagi menjadi satu di
antara tujuh keajaiban dunia. Sedih.
Tapi, tak apa. Candi ini tetep sebuah keajaiban bagi gue.
Borobudur Temple nowadays |
Beberapa rombongan biksu lewat. Gue
dan temen-temen memanfaatkan kesempatan ini untuk foto bersama. Saat itu gue
berharap lagi foto sama biksu Ajahn Brahm. Haha. Gelap yang mulai menyelimuti
membuat pekat suasana. Namun, candi yang teletak di Magelang ini terlihat
semakin megah dari sorot lampu yang menyinarinya. Panitia mengumumkan lampion
sudah bisa dibeli dan jangan sampe kertasnya hilang karena kertas tersebut akan
ditulisi harapan-harapan yang nantinya dilepas terbang bersama lampion. Wohoo, can’t wait!
Gerimis mulai berjatuhan. Acara belum
juga dimulai karena masih menunggu bapak Kemenag untuk memberikan sambutan.
Gerimis bertambah deras. Akhirnya bapak menteri datang disambut teriakan para
pengunjung. Oke, langit pun tumpah. Acara inti yang amat sangat gue tunggu dari
gue beli tiket kereta, dari perjalanan melelahkan mencapai Jogja, terpaksa
dibatalkan! Panitia memohon maaf, lampion yang sudah dibeli oleh para
pengunjung bisa ditukar kembali. Lampion indah yang gue nanti-nantikan tidak
akan beterbangan menghias langit candi malam ini. Baiklah, mungkin gue harus
berkunjung kesini lagi tahun depan *pesen tiket dari sekarang*.
Dengan pakaian basah kuyup, gue dan
temen-temen kembali ke Jogja. Perasaan campur aduk tapi tetep aja isinya ketawa-tawa.
Sebelum tidur kita ngisi perut di sebuah angkringan bernama Gudeg Ibukota.
Rasanya boleh juga. Berhubung udah di Jogja, gue menyempatkan diri ketemu temen
lama yang menimba ilmu disini. Endz.
Bertahun-tahun gak ketemu bikin cerita yang keluar terus meluncur gak ada
habisnya. Sayang, waktu gue terbatas karena tengah hari harus bersiap balik ke
Jakarta. Kalo ke Jogja lagi mainnya yang
lama Git, he said.
Jam 1 siang gue udah sampe di Terminal
Giwangan dan lagi nunggu temen yang balikin mobil sewaan. Bus menuju Kutoarjo
bergerak lamban dan ngetem lama banget. Perasaan ketar ketir menjalari
rombongan satu per satu. Dan fix, kita ketinggalan kereta. Hahaha, bodoh. Tetep
aja isinya masih ketawa-tawa. Dari Jogja sampe Jakarta. Dasar geng lampion.
Geng Lampion. Keep traveling, yeah! |
Comments
Post a Comment