A shoulder to lean on
Pernah lihat pria yang punya bahu bidang? Pasti pernah. tapi, kalo nyoba senderan pada bahu tersebut? Bagi ladies yang belum pernah, saran gue: cobalah.
Siang itu gue lagi menuju suatu tempat. Jalannya berliku dan naik turun. Perjalanan
yang lumayan makan waktu bikin hawa ngantuk menguasai gue. Bangku sebelah kiri diisi
oleh temen organisasi yang udah lama gue kenal. Kanannya diisi temen sekelas
yang baru kenal kurang dari sebulan.
Mata gue kriyep kriyep persis korban hipnotis yang lagi dikasih mantra “masuki
alam bawah sadar anda jauh lebih dalam, jauh lebih dalam”. Dan, tring! Tertidurlah
gue. Tanpa hipnotis apapun. Lama kelamaan kepala gue oleng ke kanan dan tiba
pada sebuah tempat yang sangat nyaman untuk disandari. Bahu.
Bahu ini gak begitu keras dimana rata-rata bahu cowok kurus isinya tulang
doang. Strukturnya yang sedikit tegap (karena bidang) berhasil membuat kepala
yang menempel terasa pas dan gak mau lepas. Really,
it’s different. Seperti dicetak khusus bagi siapapun yang sedang
membutuhkan “sandaran”. Dalam arti denotasi maupun konotasi. Disini terasa nyaman. Menenangkan. Even to a
stranger.
Kalo inget hal bodoh ini kadang gue ketawa miris. Gue belum terlalu kenal
pria ini. Tapi, bahunya bikin nyaman. Sejenak menjelma menjadi bantal empuk yang
bikin gue terlelap atau siap menampung tangisan. Ya, kadang sentuhan fisik bisa
buat lo lebih rileks dan merasa beban yang sedang dipikul sedikit berkurang.
Gue jatuh pada sebuah bahu orang tidak dikenal. Sialnya, bahunya enak. Bikin
gue tenang dan sejenak berkontemplasi. Tentang impian, pencapaian, dan kenyataan. Juga sedikit introspeksi. Magical.
Untungnya gak ada aliran listrik.
Hey stranger,
thanks for your shoulder :)
Besoknya gue cerita ke temen.
“Men, lo harus nyoba bahu cowok bidang. Beda, Men.”
“Mure lo, Git! Besok gue coba deh.”
Comments
Post a Comment