Bapak
Even
a glance thinking of our parents can make us cry, can’t it? And so can I.
Beliau orang yang luar biasa di hidup
saya. Pake banget. Beliau selalu ada kapanpun saya butuhkan. 24/7. Bahkan untuk
hal-hal kecil sekali pun. Perkenalkan, orang yang memberikan nama belakang begitu
indah. Bapak.
I remember. Waktu itu Minggu
pagi. Ada pengumuman yang sedang keluarga kami tunggu. Sebuah penentuan nasib. Saya
sendiri agak cuek karena dua tes masuk PTN sebelumnya gagal. Tapi, kali ini angin
berhembus lain. Nama saya tercantum di koran Kompas pagi itu. Saya lolos. Bapak
langsung meluk saya (hal yang jarang kami lakukan kecuali waktu saya kecil). Matanya
tergenang. Mulutnya berkali-kali mengucap syukur. Raut wajahnya tampak amat
bahagia dan bangga. Saya? Banjir.
I remember. Waktu itu umur
saya empat tahun. Kami sekeluarga dan beberapa saudara mendaki Gunung Ungaran. Saya
tidak terlalu ingat seluruh perjalanannya. Namun saya ingat hujan deras
menemani kami saat turun gunung. Saya menggigil. Bapak menggendong saya sampai
bawah. Jatuh bangun terpeleset bebatuan yang licin karena hujan.
I remember. Waktu itu akhir
tahun 2008. Saya lagi ngebet naik gunung karena baca 5 cm. Bapak menemani saya
naik Gunung Gede. Mas juga ikut. Pengalaman pertama saya mendaki gunung (yang
Gunung Ungaran gak saya hitung karena masih kecil). Ternyata nagih. Sampai sekarang
bapak mendukung kegiatan alam saya. Selalu. Pesannya hanya dua: 1) Ingat prioritas, jangan bolos kuliah demi
jalan-jalan, 2) Jangan lupa solat.
Bapak suka traveling kemana-mana waktu
masih muda. Kebanyakan naik gunung. Bapak selalu semangat tiap cerita
perjalanan-perjalanan khas “anak muda”nya. Kadang sambil nunjukin beberapa foto
yang masih tersimpan. Entah hobi ini menular ke saya atau murni kegemaran sendiri.
Satu yang pasti, saya sangat berterima kasih karena bapak mengajari saya dekat
dengan alam sejak kecil. Gunung Gede, Papandayan, Merapi, dan masih banyak
lagi. Namun semenjak ikut organisasi saya mulai jarang jalan sama bapak. Tapi,
bapak selalu dan selalu sabar. Siap siaga
kapanpun saya ajak berkelana.
Bapak mengaku dulu kepingin banget
masuk pecinta alam.
“Dek, bapak juga gak mau kalah. Adek kan
udah Mapala, kalo bapak Karpala.”
“Apaan tuh, Pak?”
“Karyawan Pecinta Alam.”
*gubrak* *ngakak*
Libur tengah tahun ini rencananya kami
ke Semeru. Namun gagal karena saya ada agenda perjalanan besar dari organisasi.
Saya gak enak sama bapak, but he simply said, “Gapapa, Dek. Semerunya kita
rapel aja sama Rinjani tahun depan.” Haha
that’s my dad!
Gak hanya hiking, saya minta temenin
ke Tanah Abang pun bapak mau. Atau sekedar membelikan makanan saat saya pulang
ke rumah. Sibuk nanya saya mau makan apa aja. Rasanya minta satu warteg pun
dibeliin. Atau sekedar nemenin saya hunting barang outdoor. Atau sekedar menyiapkan
telinga untuk menampung cuap-cuap saya selepas menjelajah. Countless.
Bapak gak pernah ngucapin ulang tahun
ke saya dan anggota keluarga yang lain karena menurut beliau itu gak ada dalam
ajaran agama. I cherish that. Pun sebaliknya. Tapi, saya yakin kami selalu ada
dalam doanya. Hari ini bapak ulang tahun. Karena bapak gak mau diucapin, saya curhat
disini aja deh. Hehe.
Selamat ulang tahun, Bapak
Love you much
Ayo jalan-jalan lagi :D
Pendakian Merapi Oktober 2012 |
terharu banget gan ane, keep mamvrang om
ReplyDelete