Savana Rinjani

Kau adalah orang yang sangat ingin kubagi saat turun gunung. Tentang langit biru, tentang kedamaian, juga mimpi-mimpi yang terwujud . Puluhan kata menari-nari dalam benak. Mencari padanan yang serasi seperti sepasang merpati. Saat menghangatkan sarapan di lembah. Saat istirahat sejenak melepas lelah. Saat menangkap lukisan yang begitu indah. Alam menyitaku. Memberikan beberapa detik syahdu untuk kusesap sepuasnya. Dan mengizinkan dibawa ke kota . Dengan cepat kurangkai kata-kata yang menari. Sesederhana mungkin. Agar kau menikmati ceritaku. Seolah kau berada disana. Disampingku. Ikut berpetualang. Ini bukan sekedar kegiatan mendengarkan cerita seperti laporan anak SD sepulang dari sekolah. Kau tau rasanya mendaki gunung dan merindukan seseorang saat perjalanan pulang? Seseorang yang kau tau selalu ada disana. Untukmu. Tersenyum manis. Menggulung lengan baju lalu menyodorkan kedua telinganya. Bersiap menampung segala untaian kata hingga tak peduli senja kembali ke istana . Kutatap...

“Pokoknya jangan ikut ngerayain tahun baru ya, Dek!” pesan bapak berulang kali saat saya pamit pergi. Sama seperti hari ulang tahun, beliau melarang segala jenis ucapan dan perayaan pada pergantian tahun. Injih, Pak . Tempat ini seperti punya sihir yang sukses membuat saya rindu untuk kembali. Mengunjunginya lagi, dan lagi. Bapak dan ibu juga suka tempat ini. Bahkan beliau sudah memesan kepada saya jauh hari untuk mengundangnya kesini lagi. Saya tidak menganggap diri saya sedang merayakan tahun baru. Saya menganggap ini sama dengan malam-malam sebelumnya. Hanya saja kali ini saya mendapat tontonan kembang api gratis yang menyala indah berwarna-warni menghiasi langit kota. Tak lebih dari itu. So, here I am. Sitting on the hundreds masl. Looking at the city sowed by nice fireworks. No greetings. No celebration. Passed like the other night. Some memories from last year appeared randomly. Bad or good. Whatever its reason, still remains any lesson. Have a blast year ahead, guys! ...