Dementor
Hal yang terlintas dalam benak gue
saat denger kata mentor adalah sosok Dementor yang gentayangan di film Harry
Potter. Makhluk kejam dan menyeramkan yang menghisap kekuatan manusia. Persis
seperti mentor yang suka menghisap kebahagiaan caangnya. Haha. Piss.
Jadi mentor? Hemm kelihatannya enak
ya. Gak perlu repot nyiapin perencanaan (yaiyalah, udah ngalamin duluan), gak
perlu latihan sekeras caang (kata siapa?), terlihat keren karena tau segala hal
(jieee), atau kadang bikin caangnya penasaran setengah hidup (ugh!).
Semua itu berubah 180 derajat saat gue
ditunjuk jadi mentor. Beuuuh, sebuah tanggung jawab yang besar. Caang lo adalah
representasi diri lo. Dan, hey, kata siapa jadi mentor itu gampang? Lo harus
mampu mengarahkan dan mengontrol caang. Mengikuti progres setiap pertemuan. Melakukan
latihan lebih banyak. Memastikan mereka nangkep apa yang lo maksud dan mengaplikasikannya
dengan baik. Dan point terakhir adalah yang tersulit.
Tapi, tentunya kita bahagia banget
kalo caang yang kita bimbing berhasil menuntaskan misi sesuai target dan
mencapai tujuan. Believe me, I feel like your parents receiving a raport at the
end of term and seeing good score for math. Just so proud of you :)
Sky to Sky
Ini pengalaman pertama gue jadi
mentor. Karena basic outdoor skills yang gue miliki masih sangat cetek, gue
berusaha dateng setiap materi kelas maupun lapangan supaya paham materi dengan
baik dan (terutama) gak plongo kalo ditanya caang. I was so grateful for this
chance. Gue belajar banyak hal baru. Kadang gue merasa masih caang karena sadar
ilmu yang gue punya belum mumpuni. Gue gak lebih pinter dari kalian. Gue cuma
tau lebih dulu. Kalo baca tulisan perjalanan caang yang kebanyakan bilang dapet
banyak pelajaran baru, mungkin gue akan menuliskan hal yang sama kalo mentor
disuruh bikin tulisan perjalanan. Percayalah, gue gak ngajarin apa-apa. Justru
gue yang dapet pelajaran segunung dari kalian. Ilmu baru, temen baru,
pengalaman baru, dan satu lagi, destinasi baru. Kesempatan ini membawa gue
menjelajahi langit yang berbeda setiap minggunya. Lembah edelweiss, punggungan
mati, deretan pinus, dan sepetak hutan alami di Timur.
Langit pengetahuan, langit persahabatan, dan langit Tuhan.
Song to Song
Headset dan mp3 adalah benda yang
wajib gue bawa tiap bepergian. Kadang buku juga, tapi jarang dibawa kalo ke
gunung karena takut basah. Gak ada playlist khusus buat nemenin perjalanan. Turning
the shuffle on makes you surprised, right? Alunan musik selalu berhasil ngasih energi
baru saat lamanya perjalanan mulai mencipta kejenuhan. Momen favorit gue adalah
duduk sebelah jendela kendaraan sambil melempar pandangan ke luar dan menikmati
tiap bait lagu yang mengalir lembut. Atau kadang berbagi melodi dengan bangku
sebelah. Momen favorit lainnya yaitu sebelum tidur. Di atas tanah, di bawah
langit, di antara rimbunnya hutan dan sejuknya udara. Menutup malam dengan sang
pujangga. Lagu juga yang ngembaliin semangat gue dan temen-temen saat hiking.
We love singing along the track. Capek? Sure! Makanya kita nyanyi buat ngusir
capek. Perjalanan pertama caang diam seribu bahasa, perjalanan terakhir justru
mereka yang semangat nyanyinya. Satu lagu ke lagu lain yang mengantarkan satu
tempat ke tempat lain.
It’s about moments.
Shoulder to Shoulder
Sorry, I can’t tell you this part.
the last S |
Comments
Post a Comment