Kata yang Menari
Kau adalah orang yang sangat ingin
kubagi saat turun gunung. Tentang langit
biru, tentang kedamaian, juga mimpi-mimpi yang terwujud. Puluhan kata menari-nari
dalam benak. Mencari padanan yang serasi seperti sepasang merpati.
Saat menghangatkan sarapan di lembah.
Saat istirahat sejenak melepas lelah. Saat menangkap lukisan yang begitu indah.
Alam menyitaku. Memberikan beberapa detik
syahdu untuk kusesap sepuasnya. Dan mengizinkan dibawa ke kota. Dengan
cepat kurangkai kata-kata yang menari. Sesederhana mungkin. Agar kau menikmati ceritaku.
Seolah kau berada disana. Disampingku. Ikut berpetualang.
Ini bukan sekedar kegiatan mendengarkan
cerita seperti laporan anak SD sepulang dari sekolah. Kau tau rasanya mendaki
gunung dan merindukan seseorang saat perjalanan pulang? Seseorang yang kau tau selalu
ada disana. Untukmu. Tersenyum manis. Menggulung lengan baju lalu menyodorkan
kedua telinganya. Bersiap menampung
segala untaian kata hingga tak peduli senja kembali ke istana.
Kutatap layar. Tak sabar. Namun, benda
persegi panjang itu tak menunjukkan tanda kehidupan. Kenyataan yang harus
kutelan. Untuk kesekian kali. Bahwa kau tak disini. Kau memang tak pernah disini. Sekalipun kudaki gunung tertinggi
atau menjelajah hutan berhari-hari. Aku saja yang berlebihan. Dan kata yang
menari itu selalu berakhir di tempat ini.
Then tears are falling down on the way to home.
Stasiun Manggarai, 16 Januari 2014
Comments
Post a Comment