Untukmu, Sahabatku
Hai. Apa
kabar? Sepertinya tak perlu kau jawab karena kau terlihat baik-baik saja. Melalui
dunia yang orang sebut maya. Media bernuansa merah dan putih itu rutin
memberitahuku kau sedang disini. Kau berbuat itu. Kau pergi kesana. Dan kau
melakukan semua itu dengannya. Ya, sekarang ada dia disampingmu. Yang mengisi
hari-harimu. Yang menjadi alasan di setiap tindakanmu.
Let me be
honest. Just for this time. Bahwa aku merindukan segala kegiatan yang dulu kita
lakukan bersama. Ingat tidak, saat itu aku kesal karena sudah mengeluarkan
peralatan manjat tapi tidak jadi berangkat. Spontan, kau mengajakku ke sebuah
kota tua yang ingin sekali kau kunjungi. Katanya tempat ini ada dalam novel
favoritmu. Jaraknya tidak dekat. Tapi kuyakin akan kuhabiskan akhir pekan
dengan orang yang tepat.
Atau, kau
mungkin masih ingat saat aku meminta ijin untuk bergabung denganmu yang sedang
rebah di atas pasir pantai. Mengurai lelah. Layaknya kasur di rumah. Kau
pandangi langit dalam diam. Sejuta damai bersemayam. Kurebahkan diri
disampingmu. Tak ada percakapan. Hanya debur ombak yang bersahut-sahutan. FYI,
ini salah satu momen favoritku. Berada di samping sahabat tanpa perlu kata,
cukup nikmati saja. Dan rasa yang akan berbicara.
Ternyata
semua itu memiliki tanggal kadaluarsa. Hari yang paling kutakuti tiba. Hari
dimana kau memberitahu—atau terkadang aku tau dengan sendirinya—bahwa kini sudah
ada dia. Hari dimana aku tau akan ada bulir yang turun perlahan di pipiku saat
malam tiba. Hari dimana aku kehilangan seorang sahabat pria. Lagi. Walau kau
selalu bilang “Tetep cerita cerita ya, Git.” Bullshit.
Kau mungkin
heran kenapa aku tampak layu saat sahabatnya sedang berbunga. Trust me, ini
adalah hal yang akan sulit dipahami kaum adam karena kita memakai kacamata yang
berbeda. Biarlah. Aku hanya mampu berharap suatu saat kau akan mengerti. Entah
kapan. Tapi kau tidak perlu khawatir, satu yang pasti, aku berbahagia untukmu.
Kau tau,
kadang aku berpikir bahwa semua wanita yang bersanding di samping sahabatku adalah
pencuri. Mereka telah mencurimu. Dari seseorang yang mengenalnya lebih dulu. Namun
tak lama aku berpikir lagi, jangan-jangan aku yang pencuri. Aku telah mencuri
waktu yang seharusnya bisa kalian lalui bersama bila sebelumnya tak ada hadirku
disitu.
People said,
“If you’re not losing friends, you’re not growing up.”
I don’t
wanna grow up then.
I don’t
wanna lose more friend worth-having like you.
Atambua, 30
Mei 2015
Comments
Post a Comment