Cari Kos
April lalu saya pindah kerja ke ibukota provinsi Jawa
Barat. Saya memutuskan untuk ngekos. Pun ada sanak famili, saya akan tetap memilih
ngekos due to the freedom I have as anak kos (yeah, you know how it exactly
feels).
Saya mulai bekerja pada tengah April, jadi awal bulan
saya rencanakan pergi ke Bandung untuk mencari kos di sekitar kantor. Sebelum bertolak
ke Bandung, saya sempat menghubungi beberapa teman dan meminta mereka untuk
menemani saya cari kos. Alasan saya minta ditemani yaitu agar lebih mudah
ketika sweeping rumah. Rencananya saya akan pinjam motor teman kantor untuk
keliling dan tentu akan lebih sulit ketika saya mengendarai motor sendiri
sambil melihat ke kanan dan kiri mencari bangunan yang sekiranya berbentuk kos
atau melihat papan nama bertuliskan “Menerima Kos” atau sejenisnya. So, I totally
need a partner. Entah saya yang sedang sensitif waktu itu atau bagaimana, dua
respons dari dua teman yang saya anggap cukup dekat itu membuat saya kecewa dan
seperti berbekas.
Teman 1
We were on the same peer group at college. Saat itu
dia sedang tidak bekerja dan saya mengajaknya saat weekdays. Dia bilang tidak
mau menemani dengan alasan hari ini dia sedang main ke Bandung. Saya paham, dua
hari berturut-turut ke Bandung tentu akan menghabiskan ongkos yang tidak
sedikit. Memang saya mau gantiin? Alasannya masuk akal, tapi entah mengapa saya
kecewa karena jauh-jauh hari dia bilang dia mau menemani saya cari kos di
Bandung.
Teman 2
Saya berteman dengannya sejak SMA. Dia kuliah di
Jatinangor dan sekarang sudah kerja di Jakarta. Dia bekerja dari Senin sampai
Jumat, saya mengajaknya saat akhir pekan. “Aduh, maaf Git, gue gak apal Bandung,”
begitu balasnya. Memang, dia kuliah di Jatinangor, bukan Bandung, mungkin hanya
sesekali ke Bandung. Alasannya masuk akal: dia tidak hapal daerah Bandung. Namun
bukan seperti itu saya melihatnya. Saya punya “pemahaman tentang persahabatan”
yang berbeda. Saya tidak peduli dia hapal Bandung atau tidak. Yang saya
butuhkan saat itu adalah seseorang yang bersedia menemani saya untuk mencari
kos, bukan yang hapal Bandung. Saya juga tidak hapal Bandung. Toh kita bisa
pakai Google Map. To be honest, saya sedih karena jawaban itu keluar dari seseorang
yang saya anggap sahabat.
Akhirnya saya pergi seorang diri. Di dalam bus saya
chatting dengan salah satu teman kuliah yang satu geng juga dengan Teman 1. Saya
kabari dia bahwa saya sedang di dalam bus menuju Bandung untuk cari kos dan
sedikit bete karena tidak ada yang bersedia menemani. You know what she said? “Ah
elu, bilang kek dari kemarin, tau gitu gw minta izin gak masuk kantor hari ini dan
nemenin lu ke Bandung aja.”
What I want to say is, telitilah :)
Terkadang orang yang benar-benar peduli dengan kita
sering luput dari jangkauan.
Jeleknya saya ya ini, mudah kecewa dengan hal kecil
atau sepele. Lebih jeleknya lagi saya tidak mengutarakan apa yang saya rasakan
terhadap dua respons tersebut kepada pihak yang bersangkutan karena saya tipe
orang yang tidak cukup frontal dan memilih untuk menyikapi “yaudah lah”.
Namun, di satu sisi, saya bersyukur karena setidaknya
mereka jujur bila tidak mau atau tidak bisa menemani cari kos.
Ah elu, bilang dong, gue kan familiar sama Bandung. Hahaha
ReplyDeleteAh eluuuuu...
Delete