Tentang Doa
Sebuah
percakapan dengan teman pria.
Gita: Tau ga
kado paling romantis?
Teman:
Cincin.
Gita: Doa.
Saya selalu
menganggap bahwa doa adalah kado paling romantis. Mengapa? Sebab di antara
puluhan doa yang terpanjat, yang kebanyakan untuk diri sendiri, kau masih ingat
orang lain. Kau sediakan ruang dan waktu untuknya tanpa ia tahu. Kau memilih
untuk sedikit tidak egois dan berharap orang lain juga berbahagia.
Insight ini
datang kepada saya melalui seorang teman, sebut saja Raf. Dulu Raf dan saya
sering bertukar cerita karena kami punya minat yang sama. Ada satu hal yang
menarik di mata saya ketika berbincang dengannya. Raf selalu mengucapkan
kata-kata baik dan berdoa; “Semoga trainingnya lancar ya, Git”, “Safe flight
and see you in Jakarta”, “Semangat, Gita! Semoga ada kesempatan lain.”
Awalnya saya
cukup asing dengan gaya bertutur ini. Tiap saya cerita tentang kegiatan atau
rencana mendatang, Raf selipkan kalimat doa. Kalimat sederhana yang berisi
harapan agar apapun yang saya lakukan berjalan dengan baik. Lama kelamaan saya
terbiasa, bahkan merasa hal kecil ini sungguh mendamaikan hati.
Tanpa
disadari, kebiasaan ini memengaruhi saya dalam berkomunikasi. Pengalaman ini
mengasah kemampuan saya untuk lebih bersimpati kepada orang lain. Juga, membagi
energi kepada lawan bicara tentang semangat dan rasa percaya pada tiap-tiap
ketentuanNya.
Suatu hari,
seorang kawan mengirim pesan, “Githaaa semoga lo sehat dan bahagia selalu
yaaa.. Have a great Friday <3” Saya tertegun, ada orang-orang di luar sana
yang ingin saya berbahagia. Ah, dan kawanku ini menyampaikannya di waktu yang tepat, when I was having a hard time. Rasanya jadi semangat lagi. Saya
coba teruskan energi ini kepada beberapa orang secara random. Dan responsnya
menjalar kembali hingga membuat saya “penuh”. Coba deh, pagi pagi, chat temanmu, random aja, dan bagikan semangat positif. Then see what will happen.
Bicara
tentang doa, saya punya satu buku bagus dari penulis favorit saya, Ayu Utami.
Judulnya Simple Miracles: Doa dan Arwah. Isinya sangat ringan. Cerita tentang
kehidupan sehari-hari mba Ayu dan keluarga serta keajaiban-keajaiban sederhana
yang terjadi melalui doa.
Dalam
bukunya, mba Ayu menyampaikan bahwa yang paling penting dalam berdoa adalah
sikap terbuka. Yang pertama terbuka pada Tuhan, selanjutnya pada diri sendiri.
Sikap kritis pada diri sendiri ini diperlukan untuk melihat apakah doa kita
murni atau sesungguhnya egois. Contoh doa egois yaitu berdoa agar kekasih tidak
mati. Mba Ayu bilang, kalaupun motif kita masih egois, tidak apa. Yang penting
kita jujur dan mengakui itu sebagai sebuah kelemahan. Ini akan memberikan
kesempatan pada diri sendiri untuk berdoa dalam bentuk yang lebih dewasa
nantinya.
Biasanya
saya baca ulang buku ini ketika sedang tidak percaya pada apapun. Ada semangat
baru dan optimisme yang mengalir sehabis melahap tulisan mba Ayu. Ada jeda yang
menyilahkan saya membenahi isi doa-doa yang selama ini saya panjatkan. Juga,
mengingatkan saya pada Raf yang telah mengajarkan hakikat berdoa.
Pada
kesempatan ini, saya ingin berdoa untuk semua yang telah meluangkan waktu
membaca cuap-cuap saya. Terima kasih ya. Semoga Tuhan memelukmu dan menguatkan langkahmu. Semoga rencana-rencanamu berjalan dengan baik dan membawa
keberkahan. Semoga kamu senantiasa dicukupkan, apapun kondisinya. Be happy!
Comments
Post a Comment