Yang Berubah
Dulu, sekitar tahun 2017, saya suka banget sama laki-laki yang
punya mimpi atau visi misi hidup. Karena, dengan punya mimpi, menurut saya
orang tersebut punya tujuan dan arah yang jelas, mau ngapain aja di hidupnya,
setidaknya untuk dirinya sendiri. Tidak lama, saya dipertemukan dengan sosok
lelaki yang punya value seperti ini. Ada sederet impian yang ingin dia capai.
Ga muluk-muluk. Bisa dibilang mimpi umum kebanyakan orang.
Senang bisa bertemu dengan contoh nyata yang value-nya sama dengan
yang saya yakini. Seiring berlalunya waktu, saya melihat something is missing.
Ya, dia punya mimpi, tapi ternyata tidak ada usaha keras atau langkah nyata
yang dia lakukan untuk mewujudkan mimpinya karena banyak faktor. Ibaratnya,
tujuannya jelas, tapi tidak tau jalan untuk mencapai ke sana, tidak tau naik
angkot jurusan apa, jam berapa, biayanya berapa, dan akan makan waktu berapa
lama.
Hal ini mengingatkan saya pada bidang pekerjaan yang sedang saya tekuni. Saya belajar bagaimana
sebuah program bisa dikatakan berhasil dan dapat memberikan manfaat pada
kelompok sasaran. Salah satu faktor penting adalah kemampuan proyeksi untuk
melihat antara apa yang dia rencanakan dengan sumber daya yang dimiliki
(tenaga, waktu, uang). Stafnya cukup ga untuk training sekian guru? Waktunya
cukup ga untuk training sekian kali dalam sebulan? Uangnya cukup ga untuk
training di beberapa lokasi terpisah? Semua pertanyaan kritis ini akan membantu
kita untuk mengerucut pada satu kesimpulan besar: Apakah programnya feasible untuk dijalankan?
Feasible = mungkin untuk dilaksanakan.
Belakangan saya sadar bahwa kerangka berpikir ini membawa saya pada
satu pemahaman baru; untuk lebih jernih, kritis dan realistis ketika menganalisis
suatu tujuan. Dan kali ini pun, saya diperlihatkan satu contoh nyata (ah, Tuhan
memang baik sekali). Tahun 2019, ada satu teman pria yang membuat pandangan saya sedikit berubah. Dia punya mimpi DAN
bergerak untuk mimpinya.
Let's say, dia mau ikut lomba lari 100 km. Lombanya 6 bulan lagi.
Saya melihat dia sangat tekun dan disiplin berlatih untuk menyiapkan fisik
sebaik-baiknya. Persiapan ini dilakukan 2-3 bulan sebelum lomba. Waktu yang
sangat cukup dan ideal untuk melakukan persiapan. Mimpinya memang tinggi,
menamatkan lomba lari sejauh 100 km, tapi sumber dayanya memadai, dan terlebih
lagi, dia BERGERAK, dia ber-progress, dia melakukan sesuatu yang mendekatkan
dia pada mimpinya perlahan-lahan. Inilah potongan puzzle yang hilang, yang
tidak saya temui pada sosok sebelumnya. Menarik, hal yang saya sukai atau
yakini bisa berubah hanya dalam waktu dua tahun.
Ketika melihat ke belakang, ternyata banyak hal yang sudah berubah
dalam diri saya. Dulu saya ga suka terong, sekarang suka banget. Dulu suka pake
jeans, sekarang lebih suka yang longgar. Dulu ga pernah migren, sekarang
ngerasain yang namanya migren. Dulu suka sama pria yang punya mimpi, sekarang
lebih tertarik sama yang bergerak nyata untuk mimpinya. Perubahan ini hal yang
unik, tidak terduga, sekaligus membangkitkan rasa penasaran, what's next?
Kalau dilihat lebih dalam lagi, tanpa disadari, perubahan telah
terjadi pada berbagai aspek hidup kita, entah itu pemahaman, keyakinan,
kegemaran, kebiasaan, selera, kondisi fisik maupun mental. Seringnya terjadi
dalam proses yang amat sangat halus sampai kita sendiri ga menyadarinya. But, I
think that's how the world works, to revolve, to change (in a good way), to
thrive, to keep learning, to gain new insights.
"Do not lament that the world has changed. Do not resent that people have changed. Evaluating the present through the memories of the past can cause sadness. Whether you like it or not, change is inevitable. Embrace and welcome it." - Haemin Sunim
Kalau kamu, ada hal menarik apa aja yang berubah di hidupmu?
Comments
Post a Comment